Beranda | Artikel
Kenapa Kita Wajib Mengikuti Salafush Shalih?
Selasa, 5 Februari 2019

Bersama Pemateri :
Ustadz Yazid Abdul Qadir Jawas

Kenapa kita wajib mengikuti Salafush Shalih? Ini merupakan ceramah agama dengan pembahasan masalah aqidah, disampaikan oleh Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas di Radio Rodja dan RodjaTV, pada Sabtu pagi, 11 Shafar 1440 H / 20 Oktober 2018 M.

Ceramah Agama Islam Tentang Kenapa kita wajib mengikuti Salafush Shalih – Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah

Pembahasan kita masih pembahasan bab yang kelima, lanjutan dari pekan yang lalu. Kewajiban Ittiba’ kepada Salafush Shalih, kewajiban kita mengikuti jejak Salafush Shalih.

Sebelum saya lanjutkan tentang kewajiban kita untuk Ittiba’ kepada Salafush Shalih, Saya jelaskan pada pekan yang lalu bahwa setiap Muslim dan Muslimah wajib belajar tentang Al-Qur’an wa Sunnah Ala Fahmi Salaf. Kemudian dia wajib meyakini tentang apa yang dikaji dari dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah. Kewajiban dia untuk meyakini dengan keyakinan yang benar.

Jadi ilmunya dipelajari, kemudian dia memahami dengan pemahaman yang benar, kemudian dia meyakini, kemudian dia mengamalkan. Yang paling pokok disini bagaimana setelah dia meyakini, lalu tunduk patuh dan Taslim. Ini penting, ketika dibawakan keterangan, dibawakan dalil, dibawakan ayat, dibawakan hadits, kewajiban seorang Muslim dan Muslimah untuk sami’na wa atha’na.

Karena kalau tidak demikian, akan dibantah dalil ini dengan akalnya atau dengan perasaannya atau dengan hawa nafsu atau dengan banyaknya manusia atau yang lainnya. Makanya seorang Muslim dan Muslimah ketika dia mendengarkan dalil atau dia membaca dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah menurut pemahaman para Sahabat, yang ada dalam hatinya adalah bagaimana menerima dalil itu, bagaimana kita memahami dalil itu, bagaimana kita mengamalkannya.

Jadi yang ada dalam hati dia sebagai seorang Muslim, menerima kebenaran. Ini penting. Ketika dia sudah menggunakan akalnya untuk melawan dalil, pasti akan sesat. Ketika disampaikan dalil kemudian dia gunakan perasaannya juga akan sesat. Apalagi ketika dibawakan dalil, dia lawan dengan hawa nafsunya. Yang ada pada benak dia adalah bagaimana membantah ini.

Ciri orang yang beriman, Allah sebutkan dalam Al-Qur’an, Antum lihat dibab sebelumnya tentang kaidah dalam mengambil dalil. Kewajiban untuk tunduk dan patuh kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Hal ini penting dalam kita beragama. Kewajiban kita terhadap agama ini adalah untuk mengamalkannya. Karena Al-Qur’an dan Sunnah sebagai petunjuk, sebagai hidayah, sebagai cahaya, sebagai rahmat. Makanya kewajibannya untuk untuk tunduk. Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyebutkan didalam beberapa ayat Al-Qur’an tentang kewajiban kita untuk Taslim. Pada bab yang ke-3 tentang penjelasan sebagian kaidah dalam mengambil dalil. Di halaman 58-59 dalam buku Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Allah berfirman dalam surah An-Nisa’ ayat 80:

مَّن يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّـهَ ۖ وَمَن تَوَلَّىٰ فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا ﴿٨٠﴾

Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.“(QS. An-Nisa[4]: 80)

Allah berfirman juga dalam surah An-Nisa’ ayat 65:

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا ﴿٦٥﴾

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisa[4]: 65)

Di sini, kalau sudah datang keterangan dari Al-Qur’an dan Sunnah, kewajiban dia untuk tunduk, patuh, Taslim. Allah menyebutkan, “tidak beriman sampai mereka menjadikan Rasul sebagai hakim terhadap apa yang mereka perselisihan diantara mereka. Kemudian mereka tidak dapati dalam hati mereka rasa sempit terhadap apa yang mereka perselisihkan diantara mereka.”

Kemudian Allah berfirman lagi dalam surat An-Nur ayat 51, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّـهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُولَـٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ ﴿٥١﴾

Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. “Kami mendengar, dan kami patuh”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. An-Nur[24]: 51)

Jadi orang Mukmin ketika dibawakan keterangan, dibawakan dalil dari Qur’an dan Sunnah, kewajiban dia sami’na wa atha’na. Dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah bukan untuk dibantah. Kita wajib untuk mengimaninya, kita wajib juga untuk mentaatinya. Dengan dia mendengar dan taat maka dia menjadi orang-orang yang beruntung, orang yang bahagia.

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman dalam surah Al-Ahzab surah 33 ayat 36. Allah berfirman:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّـهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَن يَعْصِ اللَّـهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُّبِينًا ﴿٣٦﴾

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al-Ahzab[33]: 36)

Jadi kalau sudah ada dalil dari Qur’an dan Sunnah, kewajiban orang Mukmin dan Mukminat, sami’na wa atha’na. Dia tidak boleh pilih-pilih lagi. Ikuti jalan itu! Selama itu dibawakan keterangan dalil dan dijelaskan, kewajiban dia untuk mengikuti. Dan barangsiapa yang tidak mau mengikuti, dia mengikuti hawa nafsunya, dia membantah, maka dia telah durhaka kepada Allah dan RasulNya, dan dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata. Yang mengatakan sesat di sini Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kenapa kita wajib mengikuti Salafush Shalih?

Kita wajib beragama menurut cara beragamanya para Sahabat. Kenapa kita wajib mengikuti Salafush Shalih? Karena Allah dan RasulNya memerintahkan kita untuk mengikuti mereka, mengikuti cara beragamanya mereka.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sudah menyebutkan bahwa umat Islam ini pasti berpecah-belah dan sudah terjadi perpecahan ditengah-tengah kaum Muslimin. Maka solusinya Nabi menyebutkan kembali kepada Al-Jama’ah yaitu kepada مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِيْ (aku dan para Shahabatku).

Nabi menyuruh kita untuk mengikuti cara beragamanya para Sahabat Radhiyallahu ‘Anhum Ajma’in. Dan ini hukumnya wajib. Karena mereka adalah:

  • orang yang paling dalam ilmunya,
  • orang-orang yang paling paham tentang Al-Qur’an dan Sunnah,
  • orang-orang yang lebih dahulu beriman,
  • orang-orang yang telah melaksanakan Qur’an dan Sunnah,
  • orang yang telah menegakkan jihad untuk menegakkan agama ini,
  • orang-orang yang dijamin oleh Allah dengan surga.

Maka kewajiban kita untuk mengikuti mereka.

Kenapa tidak cukup dengan Al-Qur’an dan Sunnah?

Al-Qur’an dan Sunnah dipahami menurut pemahaman siapa? Karena umat Islam sudah berpecah belah. Semua golongan, semua firqoh-firqoh yang sesat, semuanya mengatakan, “kami berpegang kepada Al-Qur’an dan Sunnah.” Kalau ada yang mengatakan tidak berpegang pada Al-Qur’an dan Sunnah, maka dia telah kafir. Tidak ada kelompok yang mengatakan, “Saya tidak berpegang dengan Al-Qur’an dan Sunnah” Kalau orang mengatakan Al-Qur’an saja, tidak pakai Sunnah, maka dia telah kafir, atau mengatakan, “Saya pegang Sunnah saja tidak pakai Al-Qur’an” maka dia telah kafir.

Semua kelompok yang sesat mengatakan, “kami berpegang kepada Al-Qur’an dan Sunnah”. Maka perbedaannya disini, kita berpegang kepada Al-Qur’an dan Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih, pemahaman Sahabat. Pemahaman ini yang membedakan dengan pemahaman-pemahaman yang lain.

Makanya dizaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Nabi sudah mengingatkan tentang adanya khawarij. Khawarij ini adalah kelompok yang sesat yang pertama kali timbul ditubuh umat Islam. Dizaman ‘Ali, zaman khalifah ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu, banyak sekali khawarij. Mereka berkumpul di Harura’.

Nabi sudah mengingatkan bahwa akan ada kelompok yang mereka sama dengan kalian. Mereka baca Al-Qur’an, tapi tidak melewati tenggorokan mereka. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan dengan tolak ukur untuk kembali kepada Sahabat.

Yaitu Nabi menyebutkan bahwa begitu hebatnya shalatnya sampai kalian akan menganggap remeh shalat kalian. Puasa mereka luar biasa, tapi mereka sesat. Mereka membaca Al-Qur’an tapi tidak melewati tenggorokan mereka.

Artinya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjadikan tolak ukur kebenaran itu dengan pemahaman para Sahabat. Seperti yang sudah disampaikan pada kajian yang lalu, kisahnya orang-orang yang berdzikir di masjid Kufah. Yang mereka disalahkan oleh Abdullah bin Mas’ud. Abdullah bin Mas’ud mengatakan, “Para Sahabat masih ada, kenapa kalian tidak mengikuti para Sahabat?”

Jadi, tolok ukur dalam kebenaran memahami agama ini adalah para Sahabat. Karena pemahaman mereka ma’sum, tapi individu mereka tidak ma’sum. Dan mereka tidak akan mungkin berkumpul diatas kesehatan selama-lamanya. Ini sudah kita bahas dalam kaidah mengambil dan menggunakan dalil.

Dalil-Dalil dari As-Sunnah

Buka halaman-106:

قَالَ الْعِرْبَاضُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : صَلَّى بِنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَوَعَظَناَ مَوْعِظَةً بَلِيْغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُوْنُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوْبُ، فَقَالَ قَائِلٌ: يَا رَسُوْلَ اللهِ كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْناَ فَقَالَ: أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلاَفاً كَثِيْراً، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّيْنَ الرَّاشِدِيْنَ، تَمَسَّكُوْا بِهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ.

Berkata al-‘Irbadh bin Sariyah Radhiyallahu ‘Anhu, “Suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah shalat bersama kami kemudian beliau menghadap kepada kami dan memberikan nasehat kepada kami dengan nasehat yang menjadikan air mata berlinang dan membuat hati takut, maka seseorang berkata: ‘Wahai Rasulullah nasehat ini seakan-akan nasehat dari orang yang akan berpisah, maka berikanlah kami wasiat.’ Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: ‘Aku wasiatkan kepada kalian supaya tetap bertakwa kepada Allah, tetaplah mendengar dan taat, walaupun yang memerintah kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Sungguh, orang yang masih hidup di antara kalian setelahku maka ia akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Peganglah erat-erat dan gigitlah dia dengan gigi geraham kalian. Dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru, karena sesungguhnya setiap perkara yang baru itu adalah bid‘ah. Dan setiap bid‘ah itu adalah sesat.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi)

Simak penjelasan hadits pada menit ke-15:57

Nabi memberikan nasihat kepada para Sahabat, kemudian mereka menangis dan takut hati mereka. Hal ini menunjukkan bahwa para Sahabat adalah orang-orang yang baik hatinya. Jadi, penilaian orang itu baik atau tidak, dari hatinya baik atau tidak? Dan yang tahu tentang hati para Sahabat adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kemudian dilihat dari amal mereka, makanya Allah ridha kepada mereka karena Allah tahu tentang hatinya para Sahabat.

Ayat yang sudah kita bahas pada pekan yang lalu di surah At-Taubah ayat 100 pada halaman 102:

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللَّـهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ ﴿١٠٠﴾

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah[9]: 100)

Pada ayat yang lain, Allah berfirman tentang baiknya hati para Sahabat:

لَّقَدْ رَضِيَ اللَّـهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا ﴿١٨﴾

Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).” (QS. Al-Fath[48]: 18)

Allah tahu tentang hatinya para Sahabat. Dari mulai dia bersama Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sampai mereka wafat, Allah tahu. Maka Allah turunkan ayat-ayat Al-Qur’an tentang keutamaan para Sahabat. Karena Allah tahu tentang hati mereka. Dan mereka adalah orang yang baik. Maka begitu mendengar nasihat, langsung mereka ini menangis. Orang yang menangis karena takut kepada Allah, tidak akan disentuh oleh api neraka. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

عَيْنَانِ لَا تَمَسُّهُمَا النَّارُ عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرُسُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

“Dua mata yang tidak akan disentuh oleh api neraka; mata yang menangis karena takut kepada Allah dan mata yang bergadang untuk berjaga di jalan Allah.” (HR. Tirmidzi)

Simak menit ke-24:19

Dengarkan dan Download MP3 Kajian Tentang Kenapa kita wajib mengikuti Salafush Shalih – Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah



Artikel asli: https://www.radiorodja.com/46439-kenapa-kita-wajib-mengikuti-salafush-shalih/